PENGUMUMAN

Sekolah Tinggi Agama Islam Raden Qosim(STAIRA) MEMBUKA PENDAFTARAN MAHASISWA BARU
Syarat pendaftaran
- mengisi formulir pendaftaran
- membayar uang pendaftaran
- menyerahkan legalisir
- Ijazah SLTA atau sederajat5 lembar, foto 3x4=5 lbr,
3x3=5 lbr
Biaya pendaftaran
- gelombang 1 Rp, 75.000
- gelombang II Rp, 100.000
- Biaya daftar ulang dan ORDIK Rp 400.000
- DPP Rp, 300.000
ADAPUN PROGRAM STUDY :
- pendidikan Bahasa arab
- pendidikan bahasa Inggris
- Ekonomi Islam
- Pendidikan matematika
- Ma'had Aly Marhalah Ula

BEASISWA
Dipertais, peneliti muda,BMKM,Toyota Fondation, Sudra fondation

Rabu, 10 Juni 2009

MASA DEPAN MA'HAD 'ALY

A. Pengantar
Keberadaan Ma'had Aly di Indonesia (sebagaimana penelitian Abdul Moqsith Ghazali) tidak terlepas dari gagasan KH As’ad Syamsul Arifin di penghujung tahun 80-an. Pengasuh Ponpes Sukorejo Situbondo itu gundah melihat banyak kiai sepuh NU meninggal dunia. Sedang generasi baru yang mampu mengemban misi keagamaan dan kemasyarakatan organisasi Islam terbesar itu belum kunjung tampak. Kegundahan itu KH As’ad berencana membentuk lembaga pendidikan yang secara khusus mempersiapkan lahirnya ahli fikih. Untuk itu, pada 1989, Kiai As’ad menggelar halaqah (forum diskusi, red) dengan mengundang tak kurang dari 100 kiai. Mereka diantaranya KH Ali Yafie, KH Abdul Muchith Muzadi, KH Sahal Mahfudz, KH Abdul Wahid Zaini (alm.), KH Fahmi Saifuddin (alm.), KH Tolhah Hasan, KH Yusuf Muhammad (alm.) dan KH Masdar F. Mas’udi. Maka pada tahun 1990 berdiri Ma’had Aly Situbondo, bernama al- Ma’had al-Aly li al-’Ulum al-Islamiyah Qism al-Fiqh, dengan spesialisasi fikih dan ushul fikih. Terhadap gagasan tersebut, pemerintah memberikan respon positif dengan mengeluarkan KMA Nomor 284 Tahun 2001 dan Keputusan Dirjen Binbaga Islam No. E/179/2001 tentang Pokok-Pokok Pedoman Penyelenggaraan Ma’had Aly.
Dengan dikeluarkannya KMA Nomor 284 Tahun 2001 tersebut maka lembaga pendidikan Ma'had Aly mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama di pesantren. Saat ini lebih dari 100 Ma’had Aly berdiri di Indonesia. Diantaranya Ma'had Aly Situbondo dengan spesialisasi fikih dan ushul fikih, Ma'had Aly Al-Hikam Malang dengan konsentrasi Tafsir, Ma’had al-‘Aly Darus-Sunnah Ciputat dengan konsentrasi Ilmu Hadits, Ma'had Aly Tebuireng dll. Yang terahir berdiri adalah Ma'had Aly Sunan Drajat dengan Konsentrasi Syari'ah (Hukum Islam).
Disaat Ma'had Aly mengalami perkembangan yang sangat pesat, saat ini lembaga ini dihadapkan pada persoalan mendasar yakni liberalisasi pendidikan. Meski sebanarnya Liberalisasi pendidikan telah mulai digulirkan di Indonesia sejak tahun 1994 namun dampak dari lebaralisasi melai terasa saat ini. Pemerintah Indonesia telah meratifikasi liberalisasi pendidikan dengan disahkannya UU No. 47, tahun 1994. Dengan adanya undang-undang ini, sebagai negara hukum tentunya harus taat kepada hukum, Negara Indonesia harus mengimplementasikan dalam berbagai kebijakan pendidikan nasionalnya. Terlepas dari dampak positif dan negatif yang muncul, pemerintah Indonesia dan masyarakat harus siap melaksanakan liberalisasi pendidikan. Jika tidak melaksanakannya, maka dikhawatirkan Negara Indonesia mendapat sanksi berupa dikeluarkan dari anggota World Trade Organization (WTO).

B. Menghadapi Liberalisasi Pendidikan

Liberalisasi pendidikan telah menjadi isu global yang tidak lain adalah agenda negara-negara maju untuk menjadikan dunia ini menjadi satu sistem peradaban, satu model kehidupan, dan satu strategi pendidikan. Orientasi penyatuan dunia menjadi satu sistem, satu model, dan satu strategi telah dijadikan agenda utama negara-negara maju dengan slogan “New World Order” (tatanan dunia baru) dengan versi mereka.
Secara yuridis pemerintah Indonesia telah menerima liberalisasi pendidikan. Mulai dari bentuk kerja sama antara lembaga pendidikan nasional dengan lembaga pendidikan asing, bahkan tidak lama lagi akan muncul lembaga pendidikan tinggi asing atau PTA di Indonesia. Perguruan tinggi terbaik semisal Harvard (USA), Al-Azhar (Mesir) bisa jadi akan mengembangan perguruannya di Indonesia. Kalau sedah seperti itu maka Perguruan Tinggi Indonesia termasuk juga Ma'had Aly, apabila tidak memiliki daya saing maka siap saja termarginalisasi dari kompetisi.
Melihat demikian dahsyatnya gelombang liberalisasi sebagai nyawa dari paham liberlisme, maka lembaga pendidikan Islam di Indonesia harus mengantisipasinya dengan cara-cara demokratis dan elegan. Tantangan demi tantangan yang bersifat global harus dihadapi dan diselesaikan dengan arif dan bijaksana, tanpa kehilangan jati diri lembaga. Oleh karena itu sejak dini lembaga pendidikan Islam termasuk juga Ma'had Aly sudah harus membentuk karakter keilmuan dengan cara memperjelas spesifikasi keilmuan sebagai bahan kajian perguruan tinggi tersebut. Kalau Perguruan Tinggi tidak mempunyai kerakter keilmuan yang kuat maka akan sangat sulit bersaing dengan perguruan tinggi luar negeri yang ada di Indonesia.

C. Masa Depan Ma'had Aly

Meski Ma'had Aly ini merupakan lembaga pendidikan termuda dibanding dengan lembaga pendidikan islam lainnya, namun kita tidak perlu risau terhadap masa depan Ma'had Aly meski harus menghadapi liberalisasi pendidikan. Ada beberapa alasan mendasar mengapa saya mempunyai kesimpulan seperti itu :
1. Secara kelembagaan, dengan dikeluarkannya KMA Nomor 284 Tahun 2001 dan Keputusan Dirjen Binbaga Islam No. E/179/2001 tentang Pokok-Pokok Pedoman Penyelenggaraan Ma’had Aly, maka keberadaannya tidak bisa dipandang sebelah mata. Disamping surat keputusan di atas, keberadan Ma'had Aly akan selalu muncul sebagaimana pesantren mengingat tingkat kemandiriannya sudah teruji bertaun-tahun. Tidak ada lembaga se-independen Ma'had Aly dan pesantren.
2. Ma’had Aly menjadi salah satu alternatif pilihan umat Islam di Indonesia dalam mewujudkan ilmu agama Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Semuanya dijadikan sebagai wahana pengembangan ilmu agama Islam. Di dalam Ma’had Aly diberikan materi kurikulum pendidikan yang tidak jauh berbeda dengan kurikulum pesantren (lebih mendalam) dengan mengakomodasi ilmu-ilmu modern yang sangat diperlukan mahasiswa. Dengan demikian Ma’had Aly secara tidak langsung dapat dikatakan sebagai pesantren plus akademik sebagaimana perguruan tinggi lain di Indonesia. Artinya bahwa Ma’had Aly merupakan institusi yang mempunyai dua fungsi dasar yakni lembaga dakwah dan lembaga akademis.
Ma’had Aly sebagai lembaga dakwah dan lembaga akademik secara sinergis pernah terjadi dalam sejarah umat Islam. Pada masa keemasan Islam (abad 8-13 M) sinergisitas lembaga-lembaga keilmuan Islan seperti baitul hikmah dan darul hikmah sebagai lembaga dakwah dan lembaga akademik terjaga sampai jangka waktu yang sangat panjang. Terjaganya sinergisitas di antara dua fungsi lembaga pendidikan tinggi Islam tersebut menjadikan Islam mampu memimpin peradaban dunia. Tidak bermaksud bernostalgia (sindrom romantik), realitas sejarah tersebut pernah digenggam umat Islam, salah satu pendukungnya adalah sinergisitas antara dua fungsi di atas dalam sebuah lembaga pendidikan Islam tingkat tinggi. Oleh karena itu, tidak terlalu naif manakala umat Islam sekarang mencoba untuk mengembalikan kondisi di atas dengan memberikan sumbangan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Ma’had Aly dengan fungsi akademik adalah sebagai pencetus ide-ide, ilmu-ilmu, teknologi-teknologi, dan seni terbaru sedangkan dengan fungsi dakwah adalah sebagai corong dan penyampai ajaran Islam haruslah menjadi orientasi utama para pemilik otoritas Ma’had Aly. Jika telah mampu diwujudkan kondisi ideal semacam ini, maka dalam waktu yang tidak lama keunggulan Islam akan terbukti.
3. Orientasi keilmuan Ma'had Aly sejak dini sudah terbaca secara jelas. Semisal Ma'had Aly fi Ulum al-Syari'ah. Maka mata kuliah yang diajarkan sejak awal sudah ditekankan pada kajian fiqh baik klasik maupun kontemporer jungan jumlah SKS yang cukup banyak, diperkenakan fiqh muqaranah (fil Fiqh dan fil Usul), Pendalaman pada Usul al-Fiqh dan Qawa'id al-Fiqh. Juga latihan menyelesaikan kasus-kasus aktual (Masa'il Fiqhiyah). Yang dicari disini bukan murni fiqh-nya, akan tetapi Manhaj al-Fikr (metode berfikirnya). Jadi tidak ada maka kuliah yang hanya sekedar menjadi pelengkap perkuliahan. Demikian juga dengan Ma'had Aly fi Ulum al-Tafsir, Ma'had Aly fi Ulum al-Hadish, maka sejak dini sudah ada spesifikasi keilmuan yang sangat jelas. Ini bias terjadi karena silabus perkuliahan Ma'had Aly dibuat sendiri oleh pesantren disesuaikan dengan karakter keilmuan pesantren.
4. Selama ini input Ma'had Aly (mahasiswa) memenuhi standar sama yakni bisa membaca dan memahami teks-teks klasik. Ini memudahkan bagi mahasiswa baik dalam matrikulasi atau proses perkuliahan karena berangkat dari kemampuan yang sama. Jadi fungsi dosen hanya sekedar sebagai pembimbing yang bertugas mengarahkan, dan meluruskan pemahaman mahasiswa yang dipandang kurang benar. Disamping itu, dosen-dosennya juga mempunyai kemampuan memahami kitab klasik dan lulus perguruan tinggi sehingga mampu mengembangkan teks-teks klasik dengan pendekatan ilmu-ilmu modern.
5. Lulusan Ma'had Aly akan sangat dibutuhkan untuk mengisi kekosongan kader-kader ulama. Karena memiliki kemampuan lebih dalam bidang agama maka keberadaannya akan selalu dinanti masyarakat.

D. Penutup
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa eksistensi Ma'had Aly tidak akan mudah dipengaruhi adanya liberalisasi pendidikan. Ini disebabkan Ma'had Aly memiliki karakter ilmu yang kuat dan khas yang itu tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan lainnya. Karenanya sebesar apapun pengaruh liberalisasi pendidikan Ma'had Aly akan tetap survive seperti halnya pondok pesantren di Indonesia.

Wallahua'lam bis shawab.

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:
Free Blog Templates