PENGUMUMAN

Sekolah Tinggi Agama Islam Raden Qosim(STAIRA) MEMBUKA PENDAFTARAN MAHASISWA BARU
Syarat pendaftaran
- mengisi formulir pendaftaran
- membayar uang pendaftaran
- menyerahkan legalisir
- Ijazah SLTA atau sederajat5 lembar, foto 3x4=5 lbr,
3x3=5 lbr
Biaya pendaftaran
- gelombang 1 Rp, 75.000
- gelombang II Rp, 100.000
- Biaya daftar ulang dan ORDIK Rp 400.000
- DPP Rp, 300.000
ADAPUN PROGRAM STUDY :
- pendidikan Bahasa arab
- pendidikan bahasa Inggris
- Ekonomi Islam
- Pendidikan matematika
- Ma'had Aly Marhalah Ula

BEASISWA
Dipertais, peneliti muda,BMKM,Toyota Fondation, Sudra fondation

Rabu, 10 Juni 2009

Sebelum membahas lebih jauh tentang pandangan santri terhadap perayaan valentane day, tidak ada salahnya kita setback (menengok ke belakang) dulu untuk mengetahui akar tradisi yang menyebabkan budaya ini muncul.


Awal mula peristiwa valentine ini berasal dari sebuah perayaan untuk menghormati seorang tokoh St Valllentinus yang martys (sebutan syuhada’ dalam Islam) dalam menyebarkan agama Kristen. Ia diberi gelar Santo yang berarti orang suci atau wali dalam Islam. Semasa hidupnya ia sangat santun dan peduli dengan orang-orang miskin dan orang-orang lemah.

Ajaran-ajaran kasih sayang inilah yang menyebabkan orang-orang Romawi meminta untuk di baptis dan tepat pada tanggal 14 Februari 270 M St Vallentinus di penggal kepalanya karena pertentangannya dengan dengan raja Caladius II (268-270 M).

Untuk mengagungkan Vallentinus yang oleh orang-orang Rumawi dijadikan sebagai simbul ketabahan, keberanian dan kepasrahan dalam menghadapi hidup, pengikut-pengikutnya menjadikan hari kematiannya 14 Februari sebagai upacara keagamaan (kalau dalam tradisi NU sama dengan haul).

Setelah masuk abad 16 M, upacara keagamaan tersebut berangsur-angsur hilang dan berubah menjadi “pesta jaminan kasih sayang” setelah melebur dengan budaya lokal Romawi Kuno yang disebut supercalis yang sebelumnya dirayakan pada tanggal 15 Februari.

Dengan demikian maka resmilah perayaan Valentine Day diperingati setiap tanggal 14 Februari yang dilambangkan dengan burung dara berwarna pink (lambang kedamaian dan kasih sayang).

Perubahan tradisi

Asal muasal upacara valentine yang pada permulaannya terlihat sangat religi yaitu upacara memperingati meninggalnya seorang tokoh agamawan Kristen, terus berubah menjadi pesta jaminan kasih sayang setelah proses asimilasi dengan supercalis (budaya lokal Romawi Kuno). Saat ini perayaan valentine terutama di eropa semakin jauh dari agama. Bentuknya bisa berupa penukaran pasangan masing-masing dalam sebuah pesta malam 14 Februari tepat pada jam 12.00.

Perayaan ini sudah membudaya dikalangan kaum muda perkotaan maupun desa di seantero dunia tidak terkecuali Indonesia. Bentuk paling ringan dari valentine adalah pengungkapan perasaan kasih sayang kepada pacar atau orang-orang terkasih yang dikemas dalam pemberian coklat atau makanan ringan lainnya. Hari Valentine dianggap moment yang paling tepat untuk mengungkapkan perasaa cinta atau sayang kepada orang yang kasihi.

Pandangan Santri terhadap Valentine

Pada asalnya segala sesuatu yang ada dimuka bumi adalah boleh “al-Aslu fi al-Asy’ya’ al-Ibahah” selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama. Islam juga tidak melarang tradisi pewayangan (budaya peninggalan Hindu Budha) yang sampai saat ini tetap eksis dalam kehidupan masyarakat Indonesia (Jawa). Apalagi unsur-unsur Islam sudah mulai masuk dalam cerita pewayang seperti masuknya Islam di Indonesia, perjuangan para wali atau lainnya.

Demikian halnya dengan Valentine, pada awalnya juga baik yaitu peringan untuk menghormati dan do’a bersama yang di tujukan kepada tokoh Valentinus yang mereka anggap sebagai orang suci (santo) dalam tradisi Romawi. Yang menjadi masalah adalah perubahan bentuk yang asalnya sakral menjadi budaya hedonis dan jauh dari norma-norma agama seperti yang terjadi pada saat ini.

Karena ada perubahan bentuk tersebut maka dipandang perlu untuk membatasi bila perlu melarang kaum santri untuk ikut serta terlibat dalam perayaan Valentine Day yang dalam setiap tahun semakin jauh dari norma agama. Pembatasan atau pelarangan ini sebagai tindak preventif (pencegahan di awal) sebelum terjadi hal-hal yang bertentangan dengan agama. Ini sesuai dengan qaidah fiqhiyah “Sya’du al-Dzari’ah” atau “Dar al- Mafasid Muqadamun ala Jalbil Masalih” meninggalkan kemafsadahan nyata itu didahulukan dari pada menarik kemaslahatan yang semu. Lebih-lebih budaya Valentine sendiri berasal dari tradisi orang-orang non Muslim yang tentu kita harus lebih selektif. Ada sebuah agadium yang lekat dikalangan santri “Man Tasyabaha bi Qaumin Fahuma Minhu”.

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:
Free Blog Templates